Rokok, Bagai Buah Simalakama,
Benarkah?
Oleh:
Annatasia Puji Winata*
Siapa
yang tidak kenal dengan rokok bahkan dampak-dampak dari menghisap rokok –aktif
maupun pasif - sudah sering berseliweran ditelinga. Poster-poster, ajakan untuk
berhenti merokok dan penyuluhan telah gencar dilakukan dari dulu untuk menekan
penggunaan rokok, apalagi untuk usia dini namun membuahkan hasil yang tidak
begitu menggembirakan. Bahkan ada peringatan akan bahaya rokok jelas terpampang
di bungkus dan di iklan rokok, yang kenyataannya hal tersebut tidak mengubris
secara massal.
Tidak
banyak yang dapat melepaskan diri dari ketergantungan merokok, bahkan dapat
kita rasa sendiri kasus merokok usia dini mengalami peningkatan. Tidak heran
jika anak – anak ada yang merokok jika lingkungan mereka begitu kondusif untuk
mereka memulai suatu kegiatan yang sangat merugikan tersebut. Ironis memang
bahwa sesungguhnya dalam menciptakan gaya hidupnya, tiap masyarakat juga telah
menciptakan cara kematiaannya. Apa mau dikata, berbagai upaya telah dilakukaan
untuk menagani kasus rokok dan bahayanya namun saja tidak ada penyelesaian baik
yang telah diputuskan. Tidak hanya masyarakat, pemerintah harus lebih tegas dan
bijaksana menenggapi kasus ini. Pro dan kontra tak habis–habisnya menjadi perbincangan
setiap kali membahas mengenai rokok.
Kontribusi industri rokok
terhadap perekonomian nasional sering dipakai sebagai argumen untuk tidak
melarang penjualan dan peredaran rokok di Indonesia. Akan tetapi, sesungguhnya
sumbangan industri rokok terhadap perekonomian Indonesia itu tidak sebesar yang
didengungkan. Sebagai contoh, masalah cukai, menurut peneliti dari Lembaga
Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan, cukai rokok
sebetulnya bukan perusahaan rokok yang membayar, melainkan pembeli atau
perokok. Artinya. pembayaran cukai itu dibebankan kepada konsumen, sehingga
para perokoklah yang memberi sumbangan terhadap penerimaan negara. Penerimaan
negara dari cukai ini, ia menghitung sekitar Rp 56 triliun. Namun, jumlah
tersebut hanya 5-7% dari seluruh penerimaan negara yang tahun 2010 berjumlah
lebih dari Rp 1.000 triliun.
Sekarang
coba kita ulas kontribusi rokok terhadap kesehatan. Karbon
monoksida yang dihasilkan merupakan racun yang mengusir Oksigen dari ikatannya
dengan haemoglobin dalam butir darah merah . Ikatan CO dengan Hb
(COHb) akan membuat Hb tidak bisa melepaskan ikatan CO dan sebagai akibatnya
fungsi Hb sebagai pengangkut oksigen berkurang fungsinya dan hal ini
menyebabkan kerja jantung semakin berat. Nikotin sebagai zat yang paling banyak
dikaitkan dengan ketagihan pada rokok diterima
oleh reseptor asetilkolin-nikotinik yang kemudian ke jalur adrenergik sehingga
membuat perokok akan merasa lebih tenang, nikmat, memacu sistem dopaminergik,
dan merasa daya pikir lebih cemerlang. Sementara di jalur adrenergik, zat ini
akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian yang mengeluarkan
neurotransmiter serotonin. Meningkatnya serotonin inilah yang menyebabkan
timbulnya rangsangan rasa senang untuk mencari
rokok lagi. Proses pembakaran rokok tidaklah berbeda dengan proses pembakaran bahan-bahan
padat lainnya.
Rokok juga menyebabkan
munculnya berbagai macam penyakit mulai dari keriput dini, nafas tidak sedap,
bibir menghitam, TBC, dan masih banyak lagi termasuk kanker. Penelitian WHO ini
mengisyaratkan bahwa kanker paru merupakan penyebab kematian terbesar di dunia dan
bertanggung jawab atas 18,7% kematian akibat kanker. Sekitar 80 persen insiden
kanker paru terkait dengan persoalan merokok. Menurut Dr. Elisna Syahruddin,
Sp.P, Ph.D, di RS Persahabatan, Jakarta Timur, banyak orang tidak tahu bahwa
efek negatif rokok tak
hanya dari nikotin. Dimulai dari asap yang
membuat iritasi di saluran napas yang dapat mengakibatkan gangguan pada
mekanisme pertahanan paru sampai efek negatif lebih dari 45 bahan yang bersifat
karsinogen (pemicu kanker). Prof. DR. Dr. Dede Kusmana, Sp.Jp, FACC,
menyebutkan bahwa asap rokok merusak dinding
pembuluh darah. Nikotin asap rokok akan merangsang hormon
adrenalin. Akbatnya, metabolisme lemak akan berubah dan menyebabkan kadar HDL
atau kolesterol baik menurun.
Hal di atas efek bagi
perokok aktif, sedangkan bagi mereka perokok pasif – yaitu orang yang terhirup
asap rokok dari orang lain – yaitu meningkatkan resiko kanker paru-paru dan
penyakit jantung, masalah pernafasan termasuk radang paru-paru dan bronchitis,
sakit atau pedih mata, bersin dan batuk-batuk, sakit kerongkong, sakit kepala
dan masih banyak lagi
Sehingga tidak salah bila rokok
menyandang predikat mesin pencetak penyakit dan pabrik asap bila dilihat dari
hasil penelitian–penelitian yang pernah dilakukan. Kita semua bisa menilai
sendiri kerugian yang didapat jauh lebih besar, sedangkan tidak ada manfaatnya
bagi perokok. Masih perlukah berpikir dua kali untuk meninggalkan rokok? Atau masihkah
menganggap rokok bagai buah simalakama?
*Mahasiswa STIKES Suaka Insan Banjarmasin
(y)
BalasHapus